Kalau Bisa, Jangan LDR-an!
Pernikahan itu menyatukan dua pasangan dalam satu kehidupan, juga satu atap. Tetapi kadang kala ada kondisi yang bisa membuat pasangan harus menjalin hubungan berpola LDR, Long Distance Relationship, alias hubungan jarak jauh.
Beragam kondisi yang membuat pasangan suami-istri harus menjalankan relasi pernikahan model LDR. Ada yang karena persoalan ikatan dinas yang melarang suami memboyong istri, bisa karena suami atau istri masih kuliah, atau bisa juga karena belum mendapatkan rumah yang cocok untuk memboyong keluarga ke tempat baru.
Kondisi LDR dalam pernikahan harus ditinjau dengan saksama dan hati-hati, tentu saja dengan kacamata syariat Islam. Setiap pasangan suami-istri sudah seharusnya mengikatkan diri pada hukum syara’ dalam semua hal, termasuk dalam relasi pernikahan LDR ini.
Bukan karena banyak pasangan melakukan LDR, lantas dipandang biasa dan boleh. Ada pertimbangan yang harus dinilai dalam sudut pandang hukum syara’, karena bagi setiap muslim tindakan terpuji (hasan) atau tercela (qabih) adalah menurut Allah SWT., bukan semata kerelaan kita. Kaidah syara’ mengatakan,
اَلْحَسَن مَا حَسَنَهُ الشَّرْعُ وَالْقَبِيْح مَا قَبَحَه الشَّرْعُ
“Terpuji itu adalah apa yang syara’ telah memujinya, dan tercela itu adalah apa yang syara’ telah mencelanya”
Karenanya mari kita tinjau hukum syara relasi LDR bagi pasangan suami-istri Islami. LDR dalam rumah tangga hukumnya jaiz/boleh dengan catatan sebagai berikut:
- Dilakukan tanpa tekanan dari pihak mana pun, melainkan karena kerelaan suami dan istri. Misalnya mereka berdua sepakat untuk melakukan LDR selama sekian waktu karena suami harus mengikuti program pendidikan atau kedinasan yang tidak mensyaratkan tinggal di asrama, atau tidak diperkenankan membawa istri.
Bila ada pihak yang mengintimidasi pasangan suami-istri hingga terjadi LDR maka orang terkategori fasik karena menyebabkan hak dan kewajiban pasangan suami istri tidak tertunaikan sebagaimana mestinya.
- Selama LDR nafkah lahir dan batin dari suami kepada istri tetap berjalan. Misalnya uang belanja tetap dikirim kepada istri dan anak, dan secara periodik mereka bisa bertemu sehingga nafkah batin pun tetap terpenuhi. Biasanya ada suami yang pulang setiap pekan atau mengikuti pola PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad), meski ada juga yang sebulan sekali, dst.
- Andaipun suami belum bisa memberikan nafkah lahir, akan tetapi istri rida dengan keadaan ini, maka LDR pun menjadi boleh. Misalnya dalam kasus keduanya masih kuliah dan suami belum bekerja sementara waktu, lalu kedua orang tua masih bersedia menanggung nafkah mereka, maka hukumnya adalah boleh. Tentu saja keadaan ini tidak boleh berlangsung permanen, suami harus tetap berikhtiar mencari nafkah karena memang hukum syara mewajibkan ia menjadi tulang punggung keluarga.
- Selama LDR, baik suami maupun istri harus menjaga diri dengan syariat Islam, terutama dalam pergaulan sosial. Suami harus menjaga iffah, kehormatan diri, dengan tidak bergaul bebas dengan lawan jenis. Istri pun sama.
Jika ada persoalan rumah tangga maka selesaikanlah bersama jangan diumbar kepada pihak yang tidak berkepentingan, apalagi disuarakan di media sosial.
- Bila istri yang meminta LDR karena alasan kuliah atau pekerjaan, atau karena ingin bertahan tinggal di rumah orang tuanya, sedangkan suami tidak rida, maka sang istri berdosa. Dalam hal ini istri dianggap bermaksiat karena tidak taat kepada suaminya.
Ketaatan pada suami adalah wajib bagi seorang muslimah manakala telah menikah. Pembahasan ini dapat dikaji dalam hadis mengenai seorang muslimah yang taat kepada perintah suaminya sehingga ia tidak menjenguk orang tuanya yang sakit.
Bahkan ketika orang tuanya meninggal pun ia tetap tidak menjenguk mereka, karena ia menjaga ketaatan pada suami. Ketika Rasulullah Saw. dikabari tentang hal ini, Beliau memuji sikap muslimah tadi.
Maka seorang istri harus taat mengikuti ke mana pun suaminya pergi. Meski untuk itu ia harus memendam rasa kangen pada kedua orang tua, atau mungkin harus meninggalkan karir atau jenjang kependidikannya.
Insya Allah, dengan ketaatan pada suami niscaya Allah buka berbagai keberkahan bagi mereka. Dan suami yang baik pun akan memberi kesempatan kepada sang istri untuk misalnya melanjutkan studi lagi di tempat mereka tinggal tanpa perlu melakukan LDR.
Namun begitu, meski kondisi-kondisi di atas terpenuhi bukan berarti LDR selamanya mubah. Bisa saja terjadi kondisi di mana LDR harus diakhiri. Munculnya kemudaratan dalam pernikahan salah satu alasan kuat untuk menyudahi LDR.
Misalnya istri sudah kepayahan mengelola rumah tangga dan mengurus anak-anak, maka kehadiran suami menjadi wajib. Atau misalnya terlihat anak-anak mulai memperlihatkan kepribadian yang tidak Islami karena faktor fatherless, atau kurangnya peran ayah, maka LDR harus segera diakhiri.
Realitas kekinian menunjukkan tidak sedikit pasangan suami-istri yang kemudian bubar karena tidak sanggup menjalani relasi LDR. Sebagian lagi masih menjalankan LDR tapi dengan tertatih-tatih karena merasa berat dengan berbagai problematik yang terjadi. Lebih tragis lagi ada suami/istri yang frustrasi karena mendapati pasangannya berselingkuh selama mereka menjalani relasi LDR.
Kehidupan rumah tangga adalah kehidupan milik bersama, suami, istri juga anak-anak. Hukum syara’ telah menetapkan masing-masing memiliki hak yang wajib ditunaikan.
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya, dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (TQS Al-Baqarah [2]: 228).
Rasulullah Saw. juga bersabda,
« وَلِنَفْسِكَ حَقٌّ وَلأَهْلِكَ حَقٌّ »
“Sesungguhnya pada dirimu ada hak yang wajib ditunaikan, dan sesungguhnya pada keluargamu ada hak yang wajib ditunaikan.” (HR Muslim).
Nah, para suami-istri yang dirahmati Allah, bila Anda menjalani rumah tangga dengan pola LDR, evaluasilah perjalanan rumah tangga selama ini. Para suami wajib menjaga nafkah dan seluruh hak istri dan anak-anak dengan sebaik-baiknya.
Sebaliknya, Anda para istri, bersabarlah bila memang suami harus menjalani LDR karena pertimbangan yang sesuai syariat. Namun bila Anda yang memaksa LDR harus berjalan, sadarlah bahwa hal itu adalah merupakan pelanggaran atas perintah Allah, yakni wajibnya seorang muslimah taat kepada suami.
Taatilah dan ikutlah suami di tempat baru. Nabi Saw. bersabda,
«أَذَاتَ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ فَقَالَتْ : نَعَمْ ,قَالَ : فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَ نَارُكِ»
“Apakah engkau memiliki suami?” wanita itu menjawab, “Ya.” Rasulullah berkata, “Sesungguhnya ia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR al-Hakim).
Semoga Allah senantiasa merahmati keluarga-keluarga muslim, mengikatkan hati mereka dengan keluarga mereka, dan menjaga hukum-hukum-Nya. [MNews/Juan]
Sumber: https://www.iwanjanuar.com/ldr-dalam-pernikahan-bolehkah